Cara Membuat Toko Online : Manfaat Bisnis Model Ecommerce Berbasis Konten (Part 2)

Di artikel sebelumnya saya membahas introduction cara membuat toko online : bisnis model ecommerce berbasis konten yang menekankan bahwa bisnis model ini bisa mendapatkan revenue dari konten (advertising) atau commerce.

Beberapa saat yang lalu saya ngobrol dengan beberapa teman yang menjalankan bisnis model media dan teman lain yang menjalankan bisnis model ecommerce.

Teman saya yang menjalankan bisnis model media mengatakan “saya akan membuat ecommerce untuk melengkapi niche media yang saya punya, siapa tahu ada opportunity di situ. Kan ecommerce (baca : menjual barang ke orang) cukup manjur untuk memisahkan orang dari duitnya”

Sedangkan, teman saya yang menjalankan bisnis model ecommerce mengatakan “saya akan membuat konten untuk melengkapi ecommerce niche yang saya punya, siapa tahu ada advertiser tertarik hitung-hitung sambil menjalankan content marketing”.

Ke mana arah semua ini ?

Adeo Rossi dari Founder Institute sering menekankan startup yang baik fokus pada “one revenue source” di mana pada awalnya menurut petunjuk dari dokumen tersebut, Anda bisa membuka keran untuk lebih dari 1 revenue source, kemudian Anda melakukan analisa mana yang berjalan dengan baik untuk kemudian memfokuskan diri fokus di situ.

Dari sudut pandang marketing, “content based commerce”  bisa dilihat oleh praktisi digital marketing mirip dengan “inbound marketing /content marketing untuk perusahaan ecommerce”tetapi saya personally melihat karena adanya potensi revenue stream baru dan membutuhkan core competence berbeda dengan ecommerce biasa (misalnya, perlu kompetensi untuk advertising sales ke brand atau kompetensi event organizing) seharusnya “content based commerce” tidak cukup hanya dilihat sebagai “strategi/taktik marketing”, tetapi sebuah bisnis model yang baru.

 

Mari kita lihat apa saja keuntungan menjalankan bisnis model ecommerce berbasis konten :

 

1. Kesempatan untuk membangun industri

 

Don’t build companies, build industry.

One way to identify entrepreneurs that will change the world is by finding startups that are trying to create an entire industry rather than just build a company.  – Steve Case, AOL founder

 

Dengan membuat konten, sebuah bisnis memiliki kesempatan untuk meng-influence sebuah culture, membuat movement, menumbuhkan industri.

Entrepreneur yang berpikiran besar untuk membangun industri daripada hanya jualan umumnya akan lebih sukses memiliki valuasi startup yang lebih tinggi daripada entrepreneur yang hanya berpikir untuk jualan.

 

2. Suatu cara untuk membangun kredibilitas dan menjadi referensi di industri

“Unless you can be the reference authority and the best in the world, don’t do it”

https://twitter.com/founding/status/277231178308788224

 

Misalnya, Anda menjual busana muslim jilbab.

Toko online Anda akan “gitu-gitu aja” jika mengandalkan traffic dari ads (Google ads, Facebook ads), akan terjebak komoditisasi dan perang budget ads.

Anda tidak akan pernah menjadi referensi industri jika isi toko online Anda hanya berisi barang yang Anda jual.

Jika membuat bisnis, lebih baik memiliki target menjadi nomor 1 daripada menjadi nomor 50 bukan ?

Caranya ?

Jadilah industry influencer.

Jadilah spokeperson di industry Anda.

Buatlah konten yang benar-benar high quality, memecahkan masalah dari audience Anda, maka Anda akan memiliki kesempatan untuk menjadi referensi di industri Anda.

There are a lot of stupid people out there … and stupid people shouldn’t write. You have to have a deep understanding to be a blogger. This is the era of expertise. Expert will inherit the space – Jason Calacanis

Jason Calacanis adalah founder weblogsInc, blognetwork yang terdiri dari puluhan blog di berbagai niche yang dibeli AOL tahun 2005. Di artikel di atas, Jason bukan mengatakan bahwa Anda tidak boleh belajar nge-blog atau belajar membuat konten, tetapi dalam kaitan dengan bisnis, Anda tidak cukup membuat konten yang “seadanya” alias konten copas lalu edit sana sini dengan tujuan untuk dibaca search engine, tetapi akan lebih baik jika Anda menjadi expert di niche atau bidang yang Anda sukai.

 

3. Mengedukasi customer … reciprocal power

You can maintain power over people, as long as you give them something. Rob a man of everything, and that man will no longer be in your power – Sonmi 451 (Cloud Atlas Film)

“Give more than you get. Remember you’re not just building a product – you’re building relationships. – Paul Watts

 

Reciprocity atau “prinsip timbal balik” sudah lama digunakan sebagai teknik penjualan yang efektif, sebelum meminta customer untuk membeli dari Anda, Anda menawarkan sesuatu yang free terlebih dahulu. Bisa berupa informasi, free gift, apapun.

Perhatikan kondisi di mana Anda memberikan mereka (calon customer) sesuatu yang free tanpa mewajibkan mereka membeli apapun, mereka akan merasa “berhutang” pada Anda dan kemungkinan besar mereka akan membeli dari Anda.

Perhatikan slide berikut ini sebagai contoh Anda sebagai pemilik ecommerce kamera memberikan edukasi tentang jenis kamera yang baik kepada customer.

[slideshare id=22542403&doc=educatingcharlie-130606055102-phpapp01]

 

4. Membangun komunitas

Semua orang bilang kalau Anda punya komunitas pecinta brand Anda, maka Anda bisa menjual (ecommerce) dengan lebih efisien dan efektif.

Benar.

Komunitas akan terbentuk jika Anda memiliki konten yang baik dan memecahkan masalah anggota komunitas. (versi lain mengatakan komunitas akan terbentuk jika produk Anda bisa meng-enhance hidup mereka, mendatangkan uang atau exposure untuk mereka. Misalnya : Gantibaju.com, Sribu.com, Kreavi.com).

5. Menambah value dalam setiap siklus pembelian calon customer dan meng-capture calon customer dalam zero moment of truth

Sejak adanya internet dan media sosial, siklus pembelian oleh customer berubah, sebelum memutuskan membeli, sekarang mereka mencari informasi dulu di internet.

Mereka membaca review, membandingkan harga dan kualitas, belajar cara menggunakannya terlebih dahulu di internet sebelum membelinya.

Pertanyaannya dalam siklus pembelian ini, apakah konten milik Anda yang memberikan value added bagi calon customer ? atau konten milik kompetitor Anda ?

6. Performa lebih baik di Search Engine

Sudah jelas bahwa website dengan 30 produk akan kalah performanya di search engine dibandingkan website dengan 30 produk plus 50 konten berisi cara dan tips menggunakan produk tersebut – tentu dengan syarat Anda mengerti prinsip-prinsip

Anda mau kalah atau menang ?

 

7. Membangun brand value dan keluar dari jebakan komoditisasi

Hal yang berbahaya bagi bisnis adalah customer tidak melihat perbedaan jika belanja di ecommerce / toko online Anda dibandingkan di tempat lainnya, kondisi ini disebut dengan “Anda sudah terkomoditisasi” dan Anda akan tergantung pada budget iklan dan tracking efisiensi ads untuk menghidupi startup Anda. Bagus jika niche Anda tidak banyak kompetitor, namun bagaimana jika Anda berada di market di mana kompetitor Anda mempunyai dana besar untuk budget iklan ?

Anda harus keluar dari jebakan komoditisasi dengan cara membangun brand value. Salah satunya lewat konten.

Ada banyak cara membangun brand value, selain konsep dasar startup untuk “solving problem”, misalnya memberikan service yang luar biasa (contoh : Zappos melakukan auto upgrade shipping condition), keberhasilan memenangkan award (contoh : Tiket.com), Apple dengan high quality design.

Di artikel berikutnya saya akan membahas tentang jenis-jenis startup content based commerce yang beroperasi di Indonesia dan membangun brand lewat konten.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *