Mall sepi ?
Kenapa ya ? Daya beli turun ?
Berikut ini pendapat saya tentang kenapa ..
Mall yang dekat tempat saya tinggal, Summarecon Digital Center di area Gading Serpong baru-baru ini merombak total 70% dari merchantnya, mempertahakankan offline attraction seperti tempat bermain anak, tempat futsal, restoran dan mengganti merchant toko eletronik/hp/komputer dengan sekolah Al Azhar.
Mall sepi = daya beli turun ? Bukan cuma di Indonesia, Juga di China dan USA
“A China twist : why malls are closing if consumption is rising”
Judul artikel dari reuters di Oktober 2015 ini menunjukkan paradoks karena adanya kata “twist”.
Konsumsi meningkat, Growth ecommerce luar biasa tinggi dan konsisten, tetapi mall offline tutup.
Laporan dari Beijing Technology and Business University menunjukkan 138 departemen store, 262 supermarket dan 9, 464 toko pakaian offline telah ditutup antara 2012 to 2015.
Banyak dari toko ini memberikan service yang sama, tanpa kompetensi spesifik yang menjadi diferensiasi. (http://en.people.cn/n3/2016/0906/c90000-9111530.html)
Bukan cuma China, tapi juga USA (http://www.businessinsider.sg/sears-failing-stores-closing-edward-lampert-bankruptcy-chances-2017-1/?r=US&IR=T)
Showrooming
showrooming adalah fenomena di mana konsumen melihat produk di toko offline tetapi membelinya secara online. Di mall offline yang menerapkan biaya sewa berdasarkan persentase dari sales, hal ini bisa memukul pendapatan sewa dan memaksa merchant untuk tutup.
Showrooming bisa terjadi karena lewat online, konsumen bisa mendapatkan pilihan variasi produk yang lebih banyak dan pilihan harga yang lebih murah, karena toko offline biasanya hanya bisa memiliki stock sedikit (keterbatasan space), karena stock sedikit, maka toko offline mendapatkan harga yang tidak terlalu murah dari suppliernya, belum lagi faktor harga sewa toko.
Sedangkan “transaksi” kalau di dunia online / ecommerce hanya berjarak satu step saja (alias “satu klik”) dalam online consumer journey. Journey ini bermula dari tahap riset produk lalu discovery, lalu memutuskan untuk purchase dan complete transaction.
Karena kelebihan online ketimbang offline, maka mall offline makin banyak yang hanya bisa fokus ke ice skating, restoran, sekolah bahasa, atraksi spesifik seperti permainan anak … yang mana sales funnel / consumer journeynya tidak berhadapan langsung dengan online ecommerce (baca : ghost mall in China, where are shopper gone?)
Sales Funnel, Consumer Journey
Sales funnel pada umumnya adalah awareness, Consideration, Purchase seperti di bawah ini.
“Mall Offline” Mengalami filtering di mana konsumen harus pergi ke mall (kena macet, biaya parkir, dll) jadi niat atau intention untuk melakukan pembelian harus cukup besar untuk “menahan” customer tetap datang.
Sedangkan di online, tahapan purchase cuma “one click away”
Karena karakternya yang offline dan mengalami filtering di effort pergi ke mall, maka mall offline juga hanya bisa mentarget konsumen di saat mereka sudah siap membeli.
Sales funnel, consumer journey di ecommerce
Sedangkan kalau di ecommerce, karena karakternya yang tidak mengalami filtering dari segi effort pergi ke mall, bisa mentarget konsumen jauh di tahap konsumen siap membeli.
Lebih parah lagi dengan semakin berkembangnya metode digital marketing, ecommerce bisa melakukan targeting dengan jauh lebih spesifik yang membuat mall offline tidak mampu bersaing dengan ecommerce dari segi biaya akuisisi customer.
- Facebook memiliki lebih dari 90 targeting misalnya umur, gender, pekerjaan, income range, purchase behavior (tersedia di USA), interest / hobi.
- Menghantui audience yang menunjukkan ketertarikan akan suatu produk atau kategori produk, misalnya audience yang stay dan melihat-lihat di kategori spesifik dari website Anda lebih dari 3 menit.
Di event e2ecommerce Balai Kartini minggu lalu, ada teman bertanya ke saya, apa saran untuk pemilik mall ?
Saran saya adalah fokus di produk/merchant yang sales funnel / consumer journeynya tidak bersaing dengan ecommerce / toko online, misalnya restoran, atraksi spesifik (mis. kebun bercocok tanam, trampolin dan lihat kelinci/burung hantu – di Summarecon Digital Center mereka memiliki atraksi ini), lalu melakukan database email list building di mana pengunjung bisa dapat diskon kalau melakukan registrasi lewat www.websitemall.com/landing-page-atraksi-yang-spesifik di mana orang yang masuk ke URL spesifik tersebut Anda build audiencenya di Facebook dan Google.
Semoga artikel ini bisa membantu pemilik mall.
Artikel Lainnya Tentang Bisnis Online :
Hal yang perlu diketahui mahasiswa sebelum memulai bisnis online
Copywriting Untuk Jualan Online di Marketplace
Penggambaran yang menarik sekali Mas… Dunia Online emang mulai merubah Offline
data lainnya : https://katadata.co.id/berita/2017/11/03/nielsen-penjualan-turun-akibat-daya-beli-lemah-bukan-tren-online (tapi kalau tidak salah katadata ini tidak netral secara politis, jd tlg recheck lagi)